Kamis, 05 April 2012

Teori Investasi


Teori Investasi

    Investasi adalah keputusan menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan, menambah/menciptakan nilai hidup (penghasilan dan kekayaan). Investasi bukan hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga non fisik, terutama peningkatan kualitas sumber daya manusia.
    Dalam teori ekonomi makro yang dibahas adalah investasi fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi investasi dapat lebih dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal. Stok barang modal adalah jumlah barang modal dalam suatu perekonomian pada saat tertentu.




a.    Investasi Dalam Bentuk Barang Modal dan Bangunan
           Yang tercakup dalam investasi barang modal dan bangunan adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan/gedung yang baru. Karena daya tahan madal dan bangunan umumnya lebih dari setahun, seringkali investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk harta tetap (fixed investment).
   Di Indonesia, istilah yang setara dengan fixed investment adalah pembentukan modal tetap domestic bruto (PMTDB). Supaya lebih akurat, jumlah investasi yang perlu diperhatikan adalah investasi bersih yaitu PMTDB dikurangi penyusutan.

b.  Investasi Persediaan
               Perusahaan seringkali memproduksi barang lebih banyak daripada target penjualan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Tentu saja investasi persediaan diharapkan meningkatkan penghasilan/keuntungan. Persediaan barang tersebut dikatakan sebagai investasi yang direncanakan atau investasi yang diinginkan karena telah direncanakan. Selain barang jadi, investasi dapat juga dilakukuan dalam bentuk persediaan barang baku dan setengah jadi.


Nilai Waktu dari Uang
              1.       Nilai Sekarang ( Present Value )
Nilai nominal dari sejumlah mata uang belum tentu akan lebih berharga dimasa datang. Hal ini sangat tergantung dari tingkat pengembalian investasi yang diinginkan.

V  =    X                     Ket :  V  =  Nilai yang akan datang
        (1+r)                             X  =  Nilai sekarang
                                              t   =  Waktu
                                              r   =  Faktor diskonto

2.   Nilai Masa Mendatang ( Future Value )
      Menghintung nilai masa mendatang adalah kebalikan dari menghitung nilai
      sekarang dari output investasi yang direncanakan. Sekalipun melihat dari
      sudut pandang yang bertolak belakang, keputusan yang dihasilkan tetap sama.

F  =  A (1+r)          Ket :  F  =  Nilai masa mendatang yang diharapkan
                                       A  =  Investasi awal
                                        t   =  Waktu

Kriteria Investasi

a.    Payback Period
      Payback period adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, kita harus berhati-hati menafsirkan kriteria payback period ini. Sebab ada investasi yang baru menguntungkan dalam jangka panjang (> 5 tahun).

b.   Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)
      B/C ratio mengukur mana yang lebih besar, biaya yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C (cost). Output yang dihasilkan dinotasikan dengan B (benefit). Keputusan menerima atau menolak proposal investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai B/C. Umumnya, proposal investasi baru diterima jika B/C > 1, sebab berarti output yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

c.    Net Present Value (NPV)
      Perhitungan dengan menggunakan nilai nominal dapat menyesatkan, sebab tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang. Untuk membuat hasil lebih akurat, maka nilai sekarang didiskontokan. Keuntungan dari menggunakan metode diskonto adalah kita dapat langsung menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Selisih inilah yang disebut net present value. Suatu proposal investasi akan diterima jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih besar daripada nilai sekarang dari biaya total.

d.   Internal Rate of Return (IRR)
      Internal rate of return adalah nilai tingkat pengembalian investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan menerima/menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan (r).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi

a.    Tingkat Pengembalian yang Diharapkan (Expected Rate of Return)

              1.    Kondisi Internal Perusahaan
  Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada di bawah kontrol
  Perusahaan, seperti tingkat efisiensi, kualitas SDM  dan teknologi. Sedangkan
  faktor non-teknis, seperti kepemilikkan hak dan atau kekuatan monopoli,
  kedekatan denga pusat kekuasaan, dan penguasaan jalur informasi.

              2.    Kondisi Eksternal Perusahaan
  Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
  akan investasi utama adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan
  pertumbuhan ekonomi domestic maupun internasional.

b.   Biaya Investasi
      Hal yangpaling menentukan adalah tingkat bunga pinjaman. Makin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi makin mahal. Akibatnya minat akan investasi makin menurun. Namun tidak jarang, walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan investasi tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya total investasi masih tinggi dan faktor yang mempengaruhi adalah masalah kelembagaan.

c.    Marginal Efficiency of Capital (MEC), Tingkat Bunga, dan Marginal
      Efficiency of  Investement (MEI)

                               1.  Marginal Efficiency of Capital (MEC), Investasi, dan Tingkat Bunga
MEC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap tambahan barang modal.

                               2.  Marginal Effeciency of Capital (MEC) dan Marginal Efficiency of Investment (MEI)

Teori Konsumsi


Teori Konsumsi

Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption). Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, antara lain :
 1. Faktor Ekonomi
Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu :
v Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income )
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tongkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi semakin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.
v Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )
Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah tangga adalah kekayaan rill (rumah, tanah, dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposable.
v Tingkat Bunga ( Interest Rate )
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan semakin maha. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari bankatau menggunakan kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi.
v Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The Future)
Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan prospek masa depan rumah tangga antara lain pekerjaan, karier dan gaji yang menjanjikan, banyak anggota keluarga yang telah bekerja.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain kondisi perekonomian domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah.

  1. Faktor Demografi
v Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relative rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar, bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan per kapita sangat tinggi.
v Komposisi Penduduk
Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi, antara lain :
o      Makin banyak penduduk yang berusia kerja atua produktif (15-64
tahun), makin besar tingkat konsumsi. Sebab makin banyak penduduk
yang bekerja, penghasilan juga makin besar.
o      Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga
       makin tinggi, sebab pada saat seseorang atau suatu keluarga makin
       berpendidikan tinggi maka kebutuhan hidupnya makin banyak.
o      Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban),
       pengeluaran konsumsi juga semakin tinggi. Sebab umumnya pola
       hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif disbanding masyarakat
       pedesaan.

  1. Faktor-faktor Non Ekonomi
Factor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh  terhadap besarnya konsumsi adalah faktor social budaya masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat/ideal.


Teori Keynes ( Keynesian Consumption Model )

a.         Hubungan Pendapatan Diposable dan Konsumsi
         Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan diposabel saat ini (current diposable income). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan diposabel.

C = Co + bYd             Ket :  C   =  konsumsi
                                              Co =  konsumsi otonomus
                                              b    =  marginal propensity to consume (MPC)
                                              Yd =  pendapatan diposable
                                               0 < b < 1
 b.          Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal
                Kecenderungan mengonsumsi marjinal (Marginal Propensity to 
   Consume, disingkat MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang
   berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu
   unit.

MPC   = C+Yd
0 < MPC < 1
 c.             Kecenderungan Mengonsumsi Rata-Rata
                Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to
    Consum, disingkat APC) adalah rasio antara konsumsi total dengan
    pendapatan disposabel total.

APC    =      C+ Yd
Karena besarnya MPC < 1, maka APC < 1

 d.            Hubungan Konsumsi dan Tabungan
                Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar
    digunakan untuk konsums, sedangkan sisanya ditabung. Kita juga dapat
    mengatakan setiap tambahan penghasilan disposabel akan dialokasikan untuk
    menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan
    disposabel  yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan
    menabung marginal (Marginal Propensity to Save/MPS). Sedangkan rasio
    antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposabel disebut kecenderungan
    menabung rata-rata (Avarage Propensity to Save/APS)
Rumus :   
Yd           =  C + S (saving)
MPS        =  1 – MPC
APS        =  1 – APC

PERUBAHAN ORGANISASI


Perubahan atau berubah secara etimologis dapat bermakna sebagai usaha atau perbuatan untuk membuat sesuatu berbeda dari sebelumnya.Dalam istilah perubahan organisasi, dikenal istilah senada yaitu change interventation; sebuah rancangan aksi atau tindakan untuk membuat inovasi merubah sesuatu menjadi berbeda. Dan change again; individu atau kelompok yang bertindak sebagai katalis atau suatu sekte yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen dan menentukan prosedur kerja kedepan.
Perubahan organisasi akan mengarah kepada opsi mundur, apabila system perencanaan yang ada didalamnya baik satu ataupun banyak komponen yang menyusun mengalami disfungsi. Konsekuensinya akan tampak pada meredupnya kegiatan tanpa ada alasan yang jelas dan timbulnya  kesenjangan di dalam organisasi .
Perubahan organisasi akan mengarah pada opsi stagnan, apabila terjadi gangguan sistgem organisasi yang tidak ditangani secara serius oleh kolektif. Sebenarnya banyak factor yang menyebabkan stagnansi. Namun yang paling gencar terjadi ada dua yaitu, ketidak sesuaian itu sendiri dan munculnya satu kejadian atau satu system yang tidak diduga sebelumnya. Contohnya, apabila sebuah perusahaan mengalami kenaikan saham pada suatu periode hal itu tidak lepas dari rancangan POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang mapan. Apabila perencanaan sebuah organisasi mapan, namun kontrolingnya lemah, maka kenaikan saham akan terjadi kalau ada keberuntungan saja.

Mengelola perubahahan organisasi
Perubahan struktural
            Jenis perubahan yang dicoba diciptakan oleh menajemen bervariasi jenis perubahan bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Pada tingkat individual,manajer mencoba mempengaruhi perilaku pegawai, pelatih,sosialisasi merupakan contoh strategi perubahan yang digunakan organisasi jika tujuan dari perubahan adalah individu itu sendiri.
            Begitu juga manajemen dapat menggunakan intervensi seperti pelatihan kesensitifan,umpan balik survei dan konsultasi prosesjika tujuannya adalah mengubah perilaku kelompok,perubahan individual dan kelompok secara yang secara khas dipelajari dalam kursu-kursus perilaku organisasi
            Perubahan struktural berfokus pada teknik-teknik yang mempunyai dampak terhadap struktural organisasi. Ini berarti akan meninjau pola wewenag yang berubah ,akses terhadap informasi,teknologo dsb.
            Tentu saja dihindarinya pertimbangan mengenai perubahan perilaku bukan berarti bahwa kita mengesampingkan arti pentingnya perubahan itu. Manajer dapat dan harus menggunakan teknik perilaku untuk mengadakan perubahan dismping teknik-teknik struktural “kedua teknik itu merupakan  alat bantu  untuk mengelola perubahan tetapi kita hanya memusatkan pada sisi strukturalnya
Perkembangan Organisasi
Istilah perkembangan organisasi (organizational development) bisa digunakan untuk sebuah perubahan aktivitas yang sudah dirancang. Istilah ini merupakan produk dari pengelolaan organisasi secara umum. Perkembangan organisasi juga didiskripsikan sebagai jarring – jaringan komplek dari beberapa event (kegiatan, proyek dan sebagainya) yang meningkatkan kemampuan dari anggota – anggota organisasi untuk mengelola budaya organisasi interen mereka, supaya mereka kreatif dalam memecahkan masalah, dan membantu organisasi mereka dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan luar. Artinya, perkembangan organisasi tidak dapat disaklekan difinisinya, disatu konsepkan, tetapi lebih pada istilalah yang pas untuk mengarahkan suatu bentuk aktivitas dalam mengelola perubahan dalam organisasi. Untuk mewujudkan perkembangan organisasi, dibutuhkan pengelolaan yang sistematik.

Hambatan Dalam Perubahan.  
Pernyataan di atas dikeluarkan oleh W.W  Bhurkee dalam bukunya Organization Development: Principle and Practice organisasi pada dasarnya mengalami hambatan dalam perubahan apabila
1.Kurang Pengalaman Acapkali dalam melakukan pekerjaan karyawan yang pertama kali memulai kerja mengalami gugup pada saat awal – awal. Dengan alasan tersebut, banyak lapanngan pekerjaan yang mensyaratkan pelamarnya berpengalaman.Secara teori, orang yang berpengalaman akan lebih mudah dan lancer dalam pekerjaannya.Namun kekurang pengalaman itu justru menjadi hambatan untuk menciptakan organizational development. Sebab, dalam proses menuju perkembangan biasanya akan ditemukan hal – hal yang baru
2. Terpaku Pada Kesalahan
 Artinya, ketika perusahaan melakukan evaluasi, biasanya muncul statmen -statmen yang menyatakan kekurangan – kekurangan yang terjadi. Apa bila kita hanya terpaku pada kesalahan – kesalahan tersebut, hal itu akan menghambat untuk melakkukan planning untuk mengembagkan dan membangun organisasi
Merubah Proses
Ketika habatan daspat dilalui, bukan berarti hambatan akan hilang secara keseluruhan. Yang bisa kita lakukan adalah mereduksi hambatan itu sendiri untuk merubah dan dapat dipahami dengan mempertimbangkan kompleksitas yang ada dalam merubah proses.
K.Lewin dalam bukunya yang berjudul Field Theory in Social Science menyatakan bahwa merubah proses menuju sukses adalah merubah usaha untuk menangani tekanan dari ham batan individual dan konformasi kelompok yang dikenal dengan istilah unfreezing dan menstabilkan change intervention dengan menyeimbangkan manajemen dan mengelola kekuatan yang dikenal dengan istilah refreezing. Hal itu berarti bahwa unfreezing dilakukan untuk menanggulangi status quo, dan melakukan gerakan ke wilayah ide baru dan refreezing perubahan yang baru dan menjadikannya permanent.
Dalam unfreezing, satus quo dikenal dengan tiga metode alternatif, yaitu driving force (mendorong dan menguatkan daya secara langsung) dan restraining force (mendorong dan menguatkan daya secara tidak langsung).

Ada enam cara yang bisa digunakan dalam perubahan proses, yaitu :
a.    pendidikan dan komunikasi
b.    pertisipasi
c.    fasilitas dan dukungan
d.    negoisasi
e.    manipulasi dan kooptasi
f.    coercion (paksaan)

Nilai dan Objektifitas
Dalam perubahan organisasi, secara moril dibutuhkan perspektif yang mengarah kepada objektifitas, diantaranya adalah sebagai berikut :
- peka terhadap orang lain
- motivasi
- keadilan
- konfrontasi
- patisipasi

Program Berkelanjutan
Dalam operasional organisasi, perlu dilakukan program-program yang dilaksanakan secara berkelanjutan sebagai suatu hal yang wajib dilakukan di samping kegiatan-kegiatan yang bersifat sementara. Karena pada dasarnya organisasi yang mengalami perubahan menuju progresifitas berkelanjutan siaga dengan banyak probablitas.
Khususnya ketika melakukan unfreezing, movement dan unfreezing dari sebuah rencana perubahan yang dielaborasi ketika diorientasikan pada suatu maksud tertentu. Lebih spesifik nya kepada praktisi dan konsultan. Proses-proses yang bisa dilakukan adalah :
  1. Entry (kontrak antara konsultan dan klain atau manajer)
  2. Kontrak
  3. Diagnosis
  4. Umpak balik
  5. Rencana perubahan
  6. Intervensi
  7. Evaluasi
Yang paling penting adalah evaluasi. Ketika melakukan evaluasi kita perlu melakukannya dengan cara yang dapat mengoptimalkan “brainstorming” evaluasi itu sendiri.