Pasar
syariah adalah pasar yang emosional (emotional market) dimana orang tertarik
karena alasan keagamaan bukan karena keuntungan finansial semata, sedangkan
pasar konvensional adalah pasar yang rasional (rational market) yaitu
orang-orang cenderung berbisnis hanya untuk mendapatkan keuntungan finansial
yang sebesar-besarnya tidak peduli apakah itu halal atau haram.
Praktik
bisnis dan pemasaran sebenarnya bergeser dan mengalami transformasi dari level
intelektual (rasional) ke emosional dan akhirnya ke spiritual. Pada akhirnya
konsumen akan mempertimbangkan kesesuaian produk dan jasa terhadap nilai-nilai
spiritual yang diyakininya.
Di
level intelektual (rasional), pemasar menyikapi pemasaran secara
fungsional-teknikal dengan menggunakan sejumlah tools pemasaran, seperti
segmentasi, targeting, positioning, marketing-mix, branding, dan sebagainya.
Kemudian di level emosional, kemampuan pemasar memahami emosi dan perasaan
pelanggan menjadi penting. Disini pelanggan dilihat sebagai manusia seutuhnya,
lengkap dengan emosi dan perasaannya. Beberapa konsep pemasaran yang ada pada
level emosional ini antara lain experiential marketing dan emotional branding.
Setelah banyak terjadi skandal keuangan, era pemasaran telah bergeser lagi
kearah spiritual marketing. Pada level ini pemasaran sudah disikapi sebagai
“bisikan nurani” dan “panggilan jiwa”, prinsip-prinsip kejujuran, empati,
cinta, dan kepedulian terhadap sesama menjadi sangat dominan.
Dalam
bahasa syariah, spiritual mareketing adalah tingkatan “pemasaran langit”, yang
karena didalam keseluruhan prosesnya tidak ada yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip muamalah, ia mengandung nilai-nilai ibadah, yang menjadikannya
berada pada puncak tertinggi dalam pemasaran atau muamalah.
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ
“Ya Allah aku berikrar, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. QS Al-An’am (6): 162.
Dalam
syariah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata hanya untuk
mencari keridhaan Allah, maka seluruh bentuk transaksinya insya Allah menjadi
nilai ibadah di hadapan Allah swt. Ini akan menjadi bibit dan modal dasar
baginya untuk tumbuh menjadi bisnis yang besar, yang memiliki spiritual brand,
yang memiliki karisma, keunggulan, dan keunikan yang tak tertandingi.
Faktor
sipritual merupakan faktor kunci terakhir yang harus dimiliki seorang pemimpin
dalam suatu perusahaan. Seorang pemimpin harus memiliki empat style, yaitu
Pathfinding (perintisan), Aligning (penyelarasan), Empowering (pemberdayaan),
dan Modeling (panutan). Pada bagian akhir disebutkan pemimpin harus menjadi
panutan, maksudnya adalah pemimpin harus mampu menyatukan kata dengan
perbuatan, dan pemimpin adalah orang yang layak dipercaya (jujur). Allah
berfirman,
wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Z9$# óOèduä!$uô©r& wur (#öqsW÷ès? Îû ÇÚöF{$# tûïÏÅ¡øÿãB ÇÊÑÌÈ
“dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”. QS As-Syu’ara’ (26):
183.
Konsep
keadilan ekonomi dalam Islam mengharuskan setiap orang mendapatkan haknya dan
tidak mengambil hak atau bagian orang lain. Rasulullah bersabda; “Wahai
manusia, takutlah akan kedzaliman (ketidakadilan), sebab sesungguhnya dia akan
menjadi kegelapan pada hari pembalasan nanti” (HR Imam Ahmad). Karena itu,
pengelola bisnis yang didasarkan atas semangat spiritual, di masa depan akan
menjadi suatu kebutuhan bagi para pelaku profesional.
Bisnis
berlandaskan syariah sangat mengedepankan sikap dan perilaku yang simpatik,
selalu bersikap bersahabat dengan orang lain, dan orang lainpun dengan mudah
bersahabat dan bermitra dengan kita. Rasulullah pernah bersabda; “Semoga Allah
memberikan rahmat-Nya kepada orang yang murah hati (sopan) pada saat dia
menjual, membeli, atau saat dia menuntut haknya” .
wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù ÇÊÑÈ ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4 ¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$# ÇÊÒÈ
Allah
berfirman:“dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. QS Luqman (31):
18-19.
Suatu
bisnis, sekalipun bergerak dalam bisnis yang berhubungan dengan agama, jika
tidak mampu memberikan kebahagiaan kepada semua pihak, berarti belum
melaksanakan spiritual marketing. Sebaliknya, jika dalam berbisnis kita sudah
mampu memberikan kebahagiaan, menjalankan kejujuran, dan keadilan, sesungguhnya
kita telah menjalankan spiritual marketing, apapun bidang yang kita geluti.
Ada
4 karakteristik Pemasaran Islami (syariah marketing) yang dapat menjadi panduan
bagi para pemasar sebagai berikut:
1.
Teistis
(rabaniyyah)
2.
.
Etis (akhlaqiyyah)
3.
.
Realistis (al-waqi’iyyah)
4.
.
Humanistis (insaniyyah)
Teistis (Rabbaniyyah)
Salah
satu ciri khas syariah marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran
konvensional yang dikenal selama ini adalah sifat yang religius (dinniyah).
Kondisi ini tercipta tidak karena keterpaksaan, tetapi berangkat dari kesadaran
akan nilai-nilai religius, yang dipandang penting dan mewarnai aktivitas
pemasaran agar tidak terperosok kedalam perbuatan yang dapat merugikan orang
lain.
Jiwa
seorang syariah marketer menyakini bahwa hukum-hukum syariat yang teistis atau
bersifat ketuhanan ini adalah hukum yang paling sempurna. seorang syariah
marketer meyakini bahwa Allah swt. selalu dekat dan mengawasinya ketika dia
sedang melaksanakan segala macam bentuk bisnis. Dia pun yakin bahwa Allah swt.
akan meminta pertanggung jawaban darinya atas pelaksanaan syariat itu pada hari
ketika semua dikumpulkan untuk diperlihatkan amal-amalnya (di hari kiamat).
Etis
(Akhlaqiyyah)
Sifat
etis ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat teistis. Dengan demikian,
syariah marketing adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai
moral dan etika, tidak peduli apapun agamanya. Karena nilai etika adalah nilai
yang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agama.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, Allah swt. memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya
yang meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak
(moral, etika), maupun syariah. Dua komponen pertama, akidah dan akhlak
bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya
waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan
dan taraf peradaban manusia, yang berbeda-beda sesuai dengan rasulnya
masing-masing.
Realistis
(Al-Waqi’iyyah)Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis,
anti-modernitas, dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang
fleksibel, sebagaimana keluwesan syariah Islamiyah yang melandasinya.
Syariah
marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa Arab
dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat barat.
Syariah marketer adalah para pemasar profesional dengan penampilan yang bersih,
rapi, dan bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakannya.
Mereka bekerja dengan profesional dan mengedepankan nilai-nilai religius,
kesalehan, aspek moral, dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasarannya.
Humanistis
(Al-insaniyyah) adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat
kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syariah. Dengan memiliki nilai
humanistis ia menjadi manusia yang terkontrol, dan seimbang (tawazun), bukan
manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan
yang sebesar-besarnya. Bukan menjadi manusia yang bahagia diatas penderitaan
orang lain atau manusia yang kering dengan kepedulian sosial.
Syariat
Islam adalah syariah humanistis (insaniyyah). Syariat Islam diciptakan untuk
manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit,
kebangsaan, dan status. Hal inilah yang membuat syariah memiliki sifat
universal sehingga menjadi syariat humanistis universal.
2.2 Prinsip-prinsip Pemasaran dalam Perspektif
Al-Qur’an
Kegiatan utama pemasaran atau juga disebut
sebagai marketing mix adalah perangkat perusahaan yang terdiri dari 4 prinsip
yaitu produk, harga, promosi, tempat atau distribusi.
1. Produk/barang
Produk
merupakan hasil dari proses produksi perusahaan yang nantinya akan di jual
perusahaan pada konsumen. Dalam islam,
barang yang akan dijual haruslah memberikan manfaat yang baik, tidak mudharat
atau membahayakan bagi para konsumen, baik dari sisi kesehatan maupun moral.
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Ayat
ini sebagai tolak ukur bagi para manajer pemasaran untuk memasarkan produknya,
yakni barang tersebut haruslah halal bagi para konsumen.
2. Harga
Menentukan
harga produk tidak semudah yang dibayangkan. Pertanyaan utamanya adalah,
Bilamanakah harga produk atau jasa dapat diterima oleh pasar? Cara yang umum
digunakan adalah dengan menggunakan patokan hitungan biaya produk tersebut dari
awal disiapkan hingga siap jual.
Menentukan
harga berdasarkan biaya dilakukan dengan menambahkan presentase margin tertentu
ke biaya produk, dan presentase tersebut dianggap sebagai keuntungan.
Persentase didapatkan sesuai dengan rata-rata margin di pasaran.
Dari
Ibnu Mughirah terdapat suatu riwayat ketika Rasulullah s.a.w melihat seorang
laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar.
Rasulullah bersabda:“Orang-orang yang
datang membawa barang ke pasar ini laksana orang berjihad fiisabilillah,
sementara orang orang yang menaikkan harga (melebihi harga pasar) seperti orang
yang ingkar kepada Allah”.
Penghargaan
Islam terhadap mekanisme pasar berdasar pada ketentuan Allah bahwa perniagaan
harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antaradim minkum/mutual goodwill). Dalam Al Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 29, Allah SWT berfirman:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
29. “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Allah melarang manusia memakan harta sesamanya dengan cara bathil yaitu
tidak sesuai dengan hukum syar’i seperti riba, judi dan hal serupa lainnya yang penuh dengan tipu daya. Ibnu Jarir berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, ada seseorang menjual baju. Si penjual berkata, “Jika kamu suka anda
dapat mengambilnya dan jika tidak anda dapat mengembalikannya dengan tambahan
satu dirham. Karena kejadian tersebut, maka Allah SWT menurunkan ayat
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…..”.
(#qèù÷rr&ur @øs3ø9$# #sÎ) ÷Läêù=Ï. (#qçRÎur Ĩ$sÜó¡É)ø9$$Î/ ËLìÉ)tFó¡ßJø9$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur WxÍrù's? ÇÌÎÈ
35. dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
3. Promosi
Aspek
penting lainnya adalah mengenai promosi dari produk. Bagaimana suatu produk
akan dikenalkan ke pasar agar pelanggan tergerak untuk membelinya. Dalam islam
promosi diperbolehkan berdasarkan kejujuran atau amanat, tidak boleh melewati
batas kebenaran dalam menyebutkan daganganya.
sebagaimana
hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip oleh MA. Mannan (1997:296) yang artinya:
”Jauhkanlah dirimu dari banyak bersumpah dalam penjualan, karena sesungguhnya
ía memanipulasi (iklan dagang) kemudian menghilangkan keberkahan. ”(HR. Muslim,
An-Nasa’i dan lhnu Majah).
Islam
menganjurkan pada umatnya dalam memasarkan atau mempromosikan produk dan
menetapkan harga tdak boleh berbohong harus berkata jujur (benar). Oleh sebab
itu, salah satu karakter berdagang yang terpenting dan diridhoi oleh Allah SWT
adalah kebenaran. Sebagaimana dituangkan dalam hadits (Qardhawi, 1997:175) yang
artinya: Pedagang yang benar dan terpercaya bergabung dengan para Nabi,
orang-orang benar (siddiqin), dan para syuhada’ di Surga. (HR. Turmudzi).
4. Tempat / distribusi
Tidak
kalah penting adalah mengenai dimana produk tersebut yang akan ditawarkan
tersebut mudah ditemukan oleh target pasar yang dituju. Pada beberapa industri,
misalnya ritel atau restoran, masalah penempatan berarti sangat penting.
Ungkapan “Lokasi, Lokasi, Lokasi” sebaiknya sangat diperhatikan oleh wirausaha,
karena bisa jadi pemilihan lokasi tempat usaha yang buruk dapat berakibat
langsung kepada kegagalan dari usaha yang dijalankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar